HARIAN NASIONAL
Kreasi Oshibana Pendulang Laba
Ketertarikan menekuni seni pressed flower mendorong Pengelola Kebun Raya Bogor mengajak Sri Alderina ikut melestarikan dan memerkenalkan kekayaan flora Indonesia melalui bisnis seni kerajinan bunga tekan (oshibana).
Ia menekuni oshibana sejak 2010. Rina, panggilan akrab Sri Alderina, juga sempat menerbitkan buku berjudul Seni Bunga Press dari Jepang pada 2011.
“Saya sekarang dalam tahap kerja sama dengan Kebun Raya Bogor. Mereka punya garden shop. Manajer tokonya meminta saya memasok produk-produk flora karena selama ini mereka jual produk fauna yang mendapat protes pengunjung asing,” ujarnya.
Nantinya produk karya Rina akan memakai merek dari Kebun Raya Bogor. “Tapi saya minta mencantumkan made by Rina Oshibana karena itu brand saya,” katanya.
Oshibana istilah seni pengeringan bunga berasal dari Negeri Sakura. Oshibana berasal dari dua kata yaitu Oshi berarti tekan, bana berarti bunga. Secara global, seni ini dikenal dengan The Art of Press Flowers. “Kalau di luar negeri, seni ini sudah lama dikenal,” katanya.
“Saya adaptasi seni press bunga ini ke bunga-bunga khas Indonesia. Kita kan floranya kaya banget. Mungkin paling kaya sedunia kalau boleh sombong. Sekarang bagaimana caranya mengenalkan ke orang luar kalau kita punya bunga keren dan cantik,” kata Rina.
Selain kekayaan flora yang beragam, kecintaanya pada hal-hal berbau seni menjadi inspirasi berbisnis. Saat itu, seni bunga press belum ada. Ia mulai berbisnis sejak 2011 dengan modal awal sekitar Rp 500 ribu.
Uang Rp 350 ribu digunakan untuk biaya pelatihan dan sisanya untuk membeli alat-alat press. “Lama-lama saya bikin sendiri alat press karena saya ingin harga alat murah meriah. Akhirnya saya menjual alat dan buku juga,” ujarnya.
Ia menjual seni bunga tekan mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 500 ribu. Produk dijual mulai dari pembatas buku hingga pajangan dalam bingkai. Untuk meningkatkan penjualan, ia juga ikut pameran dan menggelar workshop ke wilayah di luar Jakarta.
“Saya mendapatkan pembinaan dari Dinas Perindutrian dan Perdagangan (Disperindag) kota Depok. Setelah itu, saya baru mengerti keuangan.,” katanya.
Awalnya, omzet yang diterima sekitar Rp 1 juta per bulan dari menjual hasil kesenian, pesanan buku dan alat press satu set. Sejak dibina Disperindag Depok ada peningkatan, terutama ketika pameran.
“Sekarang omzet termasuk dari pelatihan di atas Rp 3 juta. Pendapatan terbanyak dari pelatihan meski dari pendapatan pelatihan tidak menentu,” katanya.
Ia berharap perusahaan ritel besar mau menerima penjualan produk Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan sistem bagi hasil. Selama ini banyak perusahaan ritel menolak produk UKM karena dianggap tak layak jual.
“Ada juga perusahaan ritel baru membayar tiga bulan sekali. Masalanya, itu terlalu lama karena barang lama akan susah dijual. Sekarang lebih baik dijual online,” katanya.
Reportase : Intan Nirmalasari
Artikel asli : http://www.harnas.co/2015/11/23/kreasi-oshibana-pendulang-laba